Thursday, February 19, 2009

PENELITIAN ETNOGRAFI

(Parlin Pardede)


Pendahuluan

Ketika membimbing mahasiswa di kelas metodologi penelitian dan kelas penelitian bahasa/penelitian pengajaran bahasa di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP-UKI, dalam diri banyak mahasiswa terlihat animo yang sangat besar untuk melaksanakan penelitian etnografi dalam rangka menyelesaikan skripsi mereka. Akan tetapi, karena penggunaan etnografi dalam penelitian pendidikan bahasa masih tergolong baru, referensi yang tersedia masih sangat terbatas. Makalah ini ditulis sebagai sumbangan kecil dalam rangka menambah referensi tersebut. Diharapkan makalah yang didominasi oleh karya Creswell (2008) ini dapat memperluas wawasan para mahasiswa tersebut tentang etnografi.

Etnografi pada awalnya merupakan cabang antropologi yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan dan mengnalisis unsur kebudayaan suatu masyarakat atau suku bangsa. Etnografi biasanya terdiri atas uraian terperinci mengenai aspek cara berperilaku dan cara berpikir yang sudah membaku pada orang yang dipelajari, yang dituangkan dalam bentuk tulisan, foto, gambar atau film. Karena kebudayaan meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan perilaku dan pemikiran, dan keyakinan suatu masyarakat, yang dipelajari oleh ahli etnografi bisa berbentuk bahasa, mata pencaharian, sistem teknologi, organisasi sosial, kesenian, sistem pengetahuan, bahasa dan religi. Untuk memahami unsur-unsur kebudayaan tersebut, peneliti biasanya tinggal bersama masyarakat yang diteliti dalam waktu yang cukup lama untuk mewawancarai, mengamati, dan mengumpulkan dokmen-dokumen tentang obyek yang diteliti. Bila penulisan yang dilakukan menggambarkan perbandingan antara dua atau lebih kelompok masyarakat, studi perbandingan tersebut disebut etnologi.

Makalah ini membahas konsep-konsep pokok tentang penelitian etnografi, yang diawali dengan pemaparan pengertian etnografi sebagai pengantar. Setelah itu, pembahasan dilanjutkan dengan pemaparan tentang perkembangan, jenis-jenis, ciri-ciri pokok, dan prosedur pelaksanaan penelitian etnografi. Pembahasan ditutup dengan menarik beberapa kesimpulan yang didasarkan pada pemaparan pada bagian-bagian sebelumnya.

Pengertian Etnografi

Istilah etnografi berasal dari kata Yunani ethnos yang berarti ‘orang’ dan graphein yang berarti ‘tulisan’. Istilah itu kemudian diartikan sebagai sejenis tulisan yang menggunakan bahan-bahan dari penelitian lapangan untuk menggambarkan kebudayaan manusia. Menurut Spradley (1980: 6-8) kebudayaan merupakan seluruh pengetahuan yang dipelajari manusia dan digunakan untuk menginterpretasi pengalaman dan membentuk tingkah laku, dan ethnografi merupakan penelitian yang membahas kebudayaan, baik yang eksplisit maupun implisit. Sedangkan Fetterman (dalam Genzuk, 2003) mendefinisikan etnografi sebagai “…the art and science of describing a group or culture. The description may be of a small tribal group in an exotic land or a classroom in middle-class suburbia." Secara lebih terperinci, American Anthropological Association (2002) mendefinisikan etnografi sebagai: “… the description of cultural systems or an aspect of culture based on fieldwork in which the investigator is immersed in the ongoing everyday activities of the designated community for the purpose of describing the social context, relationships and processes relevant to the topic under consideration.” Penelitian etnografi memusatkan perhatian pada keyakinan, bahasa, nilai-nilai, ritual, adat-istiadat dan tingkah laku sekelompok orang yang berinteraksi dalam suatu lingkungan sosial-ekonomi, religi, politik, dan geografis. Analisis etnografi bersifat induktif dan dibangun berdasarkan perspektif orang-orang yang menjadi partisipan penelitian.

Karena obyek etnografi adalah kebudayaan yang memiliki unsur ekplisit dan implisit, proses pelaksanaannya menjadi unik dibandingkan dengan penelitian lain. Penelitian tentang unsur-unsur kebudayaan yang eksplisit dapat dilakukan dengan cukup mudah karena unsur-unsur kebudayaan seperti itu relatif dapat diungkapkan partisipan secara sadar. Namun bila penelitian berhubungan dengan unsur-unsur kebudayaan yang implisit, yang dipahami secara tidak sadar oleh pemiliknya, data dan makna harus disimpulkan secara hati-hati berdasarkan penuturan dan tingkah laku para patisipan. Hal inilah yang membuat seorang etnografer perlu terlibat dalam kehidupan masyarakat yang diteliti dengan berperan sebagai pengamat berparisipasi (participant-observer). Spradley (1980: 51) menekankan: "participation allows you to experience activities directly, to get the feel of what events are like, and to record your own perceptions."

Meskipun etnografi pada awalnya digunakan dalam antropologi, metode ini kemudian diadopsi dipergunakan secara meluas di hampir semua bentuk organisasi, komunitas, dan disiplin ilmu. Etnografer kontemporer meneliti dunia pendidikan, kesehatan masyarakat, pembangunan pedesaan dan perkotaan, dunia penerjemahan dan bidang lain dalam kehidupan manusia. Menurut Creswell (2008: 473), peneltian etnografi dapat dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang atau pola ‘kaidah-kaidah’ (rules) yang mendasari sesuatu yang ‘dialami’ atau ‘dimiliki’ (shared) oleh sekelompok orang secara bersama, seperti tingkah laku, bahasa, nilai-nilai, adat-istiadat dan keyakinan. Dalam konteks pendidikan, peneltian etnografi dapat dilakukan untuk memahami pola hubungan antar guru di sebuah sekolah, proses pengajaran dengan menggunakan metode atau media tertentu (seperti pengajaran kosa-kata dengan metode Total Physical Response), atau prosedur pelaksanaan kegiatan tertentu, seperti program English Speaking Days di suatu sekolah dan pembelajaran mengarang melalui internet di sebuah kelas. Cakupan kelompok (masyarakat) yang diteliti bisa luas (sebuah universitas), sedang (sebuah fakultas) atau kecil (sebuah kelas atau keluarga).

Jenis-Jenis Etnografi

Menurut Creswell (2008: 475) penelitian etnografi memiliki beragam bentuk. Akan tetapi, jenis utama yang sering muncul dalam laporan-laporan penelitian pendidikan adalah etnografi realis, studi kasus, dan etnografi kritis.

1. Etnografi Realis

Etnografi realis merupakan pendekatan yang populer di kalangan antropolog. Pendekatan ini berupaya menggambarkan situasi budaya para partisipan secara obyektif berdasarkan informasi yang diperoleh langsung dari para partisipan di lapangan penelitian dan dipaparkan dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga (third person point of view).

Creswell (2008: 475) menguraikan tiga ciri khas etnografi realis. Pertama, peneliti mengungkapkan laporan penelitiannya melalui pandang orang ketiga berdasarkan data yang diperoleh melalui pengamatan atas partisipan dan pandangan-pandangan mereka. Peneliti tidak melibatkan refleksi peribadinya dan berupaya bertindak hanya sebagai peliput fakta-fakta. Kedua, peneliti memaparkan data-data obyektif dalam bentuk informasi yang terukur dan bebas dari bias, afiliasi politik, dan penilaian personal. Peneliti boleh mengikutsertakan data-data tentang kehidupan sehari-hari para partisipan yang disusun dalam kategori-kategori standar penggambaran kultural, seperti keluarga, sistem status, jaringan-jaringan sosial, dan lain-lain. Ketiga, peneliti mengungkapkan pandangan para partisipan melalui kutipan-kutipan penuturan mereka yang diedit tanpa merubah makna. Peneliti menyatakan interpretasinya tentang gambaran budaya yang diteliti pada bagian akhir laporan.

2. Studi Kasus

Sebagai sebuah bentuk etnografi, studi kasus didefinisikan sebagai “an in-depth exploration of a bounded system (e.g. an activity, event, process, or individuals) based on extensive collection” (Creswell, 2008: 476). Istilah “bounded” atau “terbatas” dalam definisi ini berarti bahwa ‘kasus’ yang diteliti terpisah dari hal-hal lain dalam dimensi waktu, tempat, dan batas-batas fisik tertentu. Dengan demikian, hasil penelitian yang diperoleh hanya berlaku bagi objek yang diteliti dan tidak dapat digeneralisasi pada objek lain meskipun masih sejenis. Dalam ilmu psikologi, studi kasus didefinisikan sebagai “an in-depth study of one person.” (Wagner, 2009). Kebanyakan karya dan teori Freud dikembangkan berdasarkan berbagai studi kasus terhadap individu yang dilakukan dengan menganalisis setiap aspek dan pengalaman hidup seseorang untuk menemukan pola-pola dan penyebab tingkah laku orang tersebut.

Obyek yang biasanya diteliti dengan prosedur ini memiliki karakteristik berikut. Pertama, kasus bisa berbentuk individu tunggal, beberapa individu yang terpisah dalam sebuah kelompok khusus, sebuah program, peristiwa-peristiwa yang berhubungan erat, atau aktivitas-aktivitas. Jadi, dalam konteks pendidikan kasus yang diteliti bisa berbentuk “Kehidupan Seorang Guru Teladan Nasional Sebagai Pendidik”, “Intervensi Bahasa Ibu dalam Pelafalan Bahasa Inggris oleh Siswa-Siswa Berkebangsaan Jepang di Sekolah Internasional Global Jakarta”, “Upaya-Upaya Kelompok Dosen Bahasa Inggris di Universitas X Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Bahasa Inggris Mahasiswa”, “Proses Pembelajaran Menulis Surat Niaga di SMK X”, “Proses Penulisan Buku Ajar Reading Comprehension di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas X”, dan lain-lain.

3. Etnografi Kritis

Etnografi kritis merupakan pendekatan penelitian yang digunakan untuk membantu dan memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat yang termarjinalisasi. Etnografer kritis biasanya merupakan individu berpikiran politis yang, melalui penelitiannya, ingin memberikan bantuan melawan ketidakadilan dan penindasan. Etnografer kritis, misalnya, bisa meneliti sebuah sekolah yang memberi perlakuan istimewa terhadap siswa dari golongan tertentu, menciptakan situasi yang tidak mendukung bagi siswa dari kelompok tertentu, atau cenderung menganggap siswa laki-laki berpikiran lebih logis daripada siswa perempuan, dan sebagainya.

Kekhususan etnografi kritis membuat prosedurnya memiliki berbagai ciri khas. Menurut Creswell (2008: 478) ciri khas etnografi kritis adalah sebagai berikut. Pertama, etnografer kritis mempelajari isu-isu sosial tentang kekuasaan, pemberdayaan, ketidakadilan, dominasi, represi, hegemony, dan penindasan. Kedua, penelitian diarahkan untuk menghentikan marginalisasi terhadap individu-individu yang diteliti dengan cara bekerjasama, berpartisipasi aktif, menegosiasikan laporan akhir dengan para partisipan, dan memberikan bantuan atau perhatian ketika memasuki dan meninggalkan lapangan penelitian. Ketiga, etnografer kritis menyadari bahwa interpretasinya dipengaruhi oleh kebudayaannya sendiri. Oleh karena itu, interpretasi tersebut bersifat tentatif, selalu dapat dipertanyakan, dan didasarkan pada pandangan para partisipan dan pembaca. Keempat, etnografer kritis menempatkan dirinya sebagai pemberdaya para partisipan sehingga laporan penelitiannya memuat orientasi pada nilai-nilai, pemberdayaan partisipan melalui peningkatan otoritas, dan tantangan kepada status-quo. Akibatnya, etnografer kritis tidak lagi bertindak sebagai pengamat objektif—seperti yang dilakukan etnografer realis. Kelima, posisi etnografer kritis yang tidak netral memungkinkan baginya untuk menyarankan perubahan dalam masyarakat agar kelompok-kelompok yang selama ini terpinggirkan tidak lagi dimarginalkan. Keenam, laporan penelitian memuat data yang variatif, berjenjang, dan kontradiktif yang diperoleh dengan beragam metode.

Karakteristik Pokok Etnografi

Mengingat begitu beragamnya ciri-ciri khas yang dimiliki masing-masing jenis etnografi seperti terlihat pada etnografi realis, studi kasus, dan etnografi kritis, sulit menentukan karakteristik umum yang terdapat dalam semua jenis itu. Akan tetapi, untuk tujuan mengenal penelitian etnografi sehingga penelitian ini dapat dibedakan dari penelitian kualitatif lainnya, pemahaman terhadap ketujuh karakteristik berikut sudah sangat memadai.

1. Tema-Tema Kultural

Etnografer pada umumnya meneliti tema-tema budaya yang diadopsi dari bidang antropologi kultural. Dalam etnografi tema kultural didefinisikan sebagai sebuah pandangan umum yang didukung oleh sebuah masyarakat, baik secara langsung atau tersirat (Creswell, 2008: 480). Tujuan etnografer bukanlah mencari pola-pola tingkah laku, keyakinan yang mungkin sudah terlihat tetapi menambah pengetahuan tentang bagian-bagian dari kebudayaan dan meneliti tema-tema kebudayaan yang spesifik.

2. Sebuah Kelompok Kultural

Etnografers pada umumnya meneliti suatu unsur budaya yang secara bersama-sama dimiliki sekelompok individu pada sebuah lapangan penelitian (seperti guru-guru bahasa Inggris SD di sebuah kecamatan, siswa sebuah kelas, sekelompok mahasiswa yang sedang melaksanakan PPL). Dengan demikian, partisipan yang diteliti biasanya terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh satu atau lebih unsur kebudayaan. Meskipun demikian, etnografi—khususnya studi kasus—bisa juga diterapkan kepada seorang individu (seperti seorang kepala sekolah, seorang penterjemah profesional, dan lain-lain).

3. Kepemilikan Bersama atas Pola-Pola Tingkah laku, Keyakinan, dan Bahasa

Etnografer bertujuan menemukan pola-pola tingkah laku, keyakinan, dan bahasa yang dimiliki/diadopsi secara bersama-sama oleh sekelompok individu dalam kurun waktu tertentu. Yang dimaksud dengan tingkah laku dalam etnografi adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dalam sebuah latar kultural. Sedangkan keyakinan berhubungan dengan bagaimana individu berpikir ataumemahami sesuatu dalam sebuah latar kultural. Bahasa dalam etnogafi merujuk pada bagaimana individu berbicara dengan orang lain dalam sebuah latar kultural. Tujuan untuk menemukan pola-pola tingkah laku, keyakinan, dan bahasa yang dimiliki bersama ini mengimplikasikan dua poin penting. Pertama, kelompok yang diteliti harus memiliki/menganut pola-pola bersama yang dapat dideteksi oleh peneliti. Kedua, setiap anggota kelompok yang diteliti sama-sama mengadopsi setiap tingkah laku, keyakinan, dan bahasa maupun kombinasi ketiga unsur itu.

4. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dalam konteks etnografi berarti peneliti menjaring data di lokasi tempat partisipan dan pola-pola kultural yang diteliti berada. Etnografer menjaring data dengan cara tinggal bersama dengan para partisipan untuk mengamati bagaimana mereka pola-pola yang mereka gunakan ketika bekerja, bersantai, beribadah, dan lain-lain. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam, peneliti bisa turut serta bekerja, bermain, atau beribadah dengan para partisipan. Bukan tidak mungkin seorang etnografer yang sedang meneliti sistem pernikahan di sebuah komunitas juga menikahi salah seorang partisipan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam.

Data-data yang dijaring etnografer dibedakan ke dalam tiga jenis: data emik, data etik, dan data negosiasi. Data emik merupakan informasi yang diberikan langsung oleh para partisipan. Data ini sering disebut sebagai konsep-konsep tingkat pertama, yang berbentuk bahasa lokal, pemikiran-pemikiran, cara-cara berekspresi yang dimiliki/digunakan secara bersama-sama oleh para partisipan. Data etik merupakan informasi berbentuk interpretasi peneliti yang dibuat sesuai dengan perspektif para partisipan. Data ini sering disebut sebagai konsep-konsep tingkat kedua, yaitu ungkapan-ungkapan atau terminologi yang dibuat peneliti untuk menyatakan fenomena yang sama dengan yang diungkapkan para partisipan. Data negoisasi merupakan informasi yang disetujui bersama oleh para partisipan dan peneliti untuk digunakan dalam penelitian. Negoisasi dapat terjadi dalam tahapan yang berbeda-beda selama pelaksanaan penelitian. Di awal penelitian, misalnya, para partisipan dan peneliti meyepakati bidang-bidang apa saja yang akan digali oleh peneliti, bagaimana memperlakukan setiap individu di lapangan penelitian, dan lain sebagainya, dan sebagainya. Pada saat penelitian berlangsung, peneliti dapat mengklaifikasi makna, penggunaan,dan ruang lingkup sebuah ungkapan.

5. Deskripsi, Tema-Tema, dan Interpretasi

Tujuan penelitian etnografi adalah menggambarkan dan menganalisis budaya yang dimiliki bersama oleh sekelompok individu serta membuat interpretasi tentang pola-pola yang terlihat maupun didengar. Sewaktu mengumpulkan data, etnografer pada hakikatnya sudah mulai mengerjakan penelitiannya karena pada saat itu dia telah melakukan analisis data untuk mendeskripsikan para partisipan dan lapangan tempat budaya yang dimiliki bersama itu berada. Pada saat yang sama peneliti juga secara simultan menganalisis pola-pola tingkah laku, keyakinan, dan bahasa serta menarik kesimpulan tentang makna yang diperoleh dari pengamatan terhadap partisipan dan lapangan penelitia.

Dalam etnografi deskripsi diartikan sebagai uraian terperinci tentang individu-individu atau lapangan penelitian yang digunakan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi pada kelompok yang diteliti. Deskripsi tersebut harus terperinci dan menyeluruh. Deskripsi harus mampu menggugah seluruh indera pembaca sehingga mereka merasa seolah-olah hadir di lapangan penelitian dan berinteraksi dengan para partisipan.

Perbedaan antara deskripsi dan tema kadang kadang sulit dibuat. Yang dapat dijadikan untuk menentukan tema adalah bahwa tema dihasilkan dari interpretasi atas fakta-fakta tentang orang dan aktivitas. Fungsi tema adalah untuk membuat informasi atau fakta bermakna. Dalam etnografi, tema-tema yang dihasilkan selalu mengungkapkan pola-pola tingkah laku, pikiran, atau bahasa yang dimiliki secara bersama-sama oleh para partisipan.

6. Konteks atau Latar

Dalam etnografi, konteks berarti latar, situasi, atau lingkungan yang menaungi kelompok individu yang diteliti. Konteks ini dibentuk oleh berbagai unsur yang saling berhubungan, seperti sejarah, agama, politik, ekonomi, dan lingkungan sekitar. Konteks bisa berbentuk sebuah lokasi fisik (seperti wilayah sebuah desa, gedung-gedung sebuah sekolah, warna tembok sebuah ruangan kelas, dan sebagainya), konteks historis para individu dalam kelompok dimaksud (seperti pengalaman sekelompok prajurit selama menjalani latihan perang di sebuah hutan), kondisi sosial (seperti mobilitas perpindahan antar provinsi, status profesionalisme, dan lain sebagaimya, atau kondisi ekonomi (seperti tingkatan penghasilan atau sistem distribusi penghasilan yang tidak dapat merubah nasib kaum miskin.

7. Refleksivitas Peneliti

Dalam etnografi, refleksivitas merujuk pada kesadaran dan keterbukaan peneliti utuk membahas bagaimana dia dapat menjalankan perannya sambil tetap menghargai dan menghormati lapangan dan para partisipan. Karena penelitian etnografi menuntut peneliti tinggal dalam jangka waktu yang relatif lama di lapangan, peneliti harus memikirkan dampaknya terhadap lapangan dan para partisipan. Itulah sebabnya mengapa peneliti harus bernegoisasi dengan orang-orang penting di lapangan ketika akan memasuki lapangan itu. Dalam penulisan laporan, peneliti juga menyadari bahwa interpretasi yang dibuatnya dipengaruhi oleh latar belakang budayanya sendiri sehingga interpretasi dan kesimpulannya bersifat tentatif sehingga tetap terbuka untuk didiskusikan kembali. Oleh karena itu, dalam laporan itu peneliti perlu menunjukkan posisi dan sudut pandang yang digunakannya dalam menginterpretasi. Sebagai contoh, seorang etnografer yang meneliti majalah-majalah remaja untuk mempelajari perkembagan identitas remaja-remaja wanita menyatakan posisinya sebagai berikut: “Saya tidak mau dipandang sebagai guru atau orang yang memiliki otoritas, … Mereka mempercayai saya dan kami menegoisasikan sejenis hubungan yang menunjukkan kesenjangan antara pola identitas mereka dengan wanita dewasa (Creswell, 2008: 480).

Prosedur Penelitian Etnografi

Menurut Emzir (2008: 153-154), peneliti etnografer dapat dianalogikan dengan seorang penjelajah hutan. Tujuan utama si penjelajah bukanlah untuk menemukan sesuatu di dalam hutan tetapi membuat deskripsi suatu wilayah hutan tersebut (analog dengan tujuan etnografer—meneskripsikan sebuah wilayah kultural). Untuk mencapai tujuan itu, si penjelajahan diawali dengan pertanyaan umum: Apakah ciri-ciri utama wilayah tersebut? Untuk memperoleh jawaban terhadap pertanyaan ini si penjelajah berjalan ke satu arah dan mengumpulkan informasi tentang pepohonan, jenis tanah, atau hewan-hewan yang ditemuinya di sekitar rute tersebut. Kemudian dia bisa menapaki sebuah rute baru, dan ketika menemukan sebuah danau dia mengelilinginya untuk mengumpulkan informasi dan berupaya menggunakan rute yang sudah dikenalnya untuk mengukur jarak danau dari tepi hutan. Selama menjelajah, dia akan sering membaca kompas, membuat catatan tentang tanda-tanda yang menonjol, dan membuat umpan balik dengan cara menghubung-hubungkan informasi tertentu dengan informasi lain serta memodifikasi informasi awal sesuai dengan perkembangan informasi yang diperoleh. Setelah beberapa minggu, penjelajah mungkin mengalami kesulitan untuk menjawab pertanyaan: ”Apa yang Anda temukan?”. namun ketika ditanya tentang gambaran wilayah hutan tersebut, dia akan mampu menjelaskan secara panjang lebar.

Seperti penjelajahan hutan di atas, penelitian etnografer berlangsung tidak secara linear, melainkan dalam bentuk siklus. Berbagai tahapan, seperti pengumpulan data, analisis data, dan interpretasi, dilakukan secara simultan dan bisa diulang-ulang. Menurut Spradley (1980: 22-35) siklus penelitian etnografi mencakup enam langkah: (1) pemilihan proyek etnografi, (2) pengajuan pertanyaan, (3) pengumpulan data, (4) perekaman data, (5) analisis data, dan (6) penulisan laporan.


1. Pemilihan Proyek Etnografi

Menurut Creswell (2008: 486), langkah-langkah utama pelaksanaan penelitian adalah mengidenfikasi tujuan penelitian, desain apa yang akan digunakan, dan bagaimana tujuan itu dihubungkan dengan masalah penelitian. Ketiga hal ini akan menentukan apakah proyek penelitian yang akan dilaksanakan merupakan desain etnografi realis, studi kasus, atau etnografi kritis. Setelah itu, apapun desain yang dipilih, peneliti perlu meminta izin dari otoritas lembaga atau kelompok yang akan diteliti.

2. Pengajuan Pertanyaan

Pekerjaan lapangan etnografi dimulai dengan pengajuan pertanyaan etnografi. Walaupun pengajuan dilaksanakan secara intensif pada saat wawancara, aktivitas ini pada dasarnya sudah dilakukan pada saat observasi. Tiga pertanyaan utama yang diajukan pada saat observasi adalah: “Siapa yang ada di latar penelitian?”, “Apa yang mereka lakukan?” dan “Apa latar fisik situasi sosial tersebut?”. Setelah itu, peneliti melanjutkan observasinya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih terfokus.

3. Pengumpulan Data

Tugas utama kedua seorang etnografer adalah mengumpulkan data etnografi. Dalam etnografi, pengumpulan data dilakukan dengan prosedur beragam (multiple procedures), dan intensitas prosedur-prosedur itu bervariasi sesuai tipe etnografi yang dilakukan.

Dalam penelitian etnografi realis, peneliti akan tinggal bersama dengan para partisipan dalam waktu yang relatif lama. Dia akan membuat catatan-catatan lapangan berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara, pengamatan langsung terhadap kegiatan-kegiatan kebudayaan para partsisipan, dan pengamatan atas artifak, dan simbol-simbol.

Dalam penelitian studi kasus, sesuai dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman mendalam tentang suatu fenomena atau kasus, peneliti dapat mengumpulkan data melalui wawancara, pengamatan, dokumen, dan rekaman-rekaman audivisual.

Dalam penelitian etnografi kritis, pengumpulan data lebih terfokus pada kolaborasi antara peneliti dan partisipan dengan agenda meningkatkan pemahaman para partisipan tentang situasi tertentu dalam hidup mereka dan langkah-langkah apa yang perlu diambil untuk memperbaiki situasi itu. Kerjasama ini bisa berbentuk penglibatan partisipan dalam membuatdesain penelitian, perumusan pertanyaan-pertanyaan penelitan, pengumpulan data, dan analisis data. Bahkan partisipan mungkin saja dilibatkan secara aktif dalam penulisan laporan akhir.

4. Perekaman Data

Data etnografi yang diperoleh melalui berbagai prosedur tersebut direkam dan diorganisasikan sebaik mungkin sesuai dengan jenis dan bentuknya. Sebagian data dapat direkam dalam bentuk catatan lapangan. Sebagian lagi direkam dalam bentuk foto, peta, video, dan cara-cara lain. Yang penting rekaman-rekaman data tersebut dapat dipahami dengan mudah ketika mengadakan analisis.

5. Analisis Data

Dalam penelitian etnografi, analisis data dilakukan secara simultan dengan pengumpulan data, karena salah satu tujuan analisis data adalah untuk menemukan dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan spesifik yang jawabannya dicari dalam rekaman-rekaman data yang sudah ada atau dalam pengumpulan data berikutnya. Seiring dengan diperolehnya jawaban atas pertanyaan tersebut maka pengembangan deskripsi, analisis tema-tema, dan penginterpretasian makna informasi juga telah berlangsung.

Dilihat dari tahapannya, data dianalisis melalui empat bentuk: analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial, dan analisis tema kultural. Analisis domain digunakan untuk memperoleh gambaran umum atau pengertian menyeluruh tentang objek penelitian atau situasi sosial. Hasil yang diharapkan adalah pengertian di tingkat permukaan mengenai domain atau kategori-kategori konseptual tertentu. Analisis ini dilakukan dalam enam tahap: (1) memilih salah satu dari sembilan hubungan semantis yang bersifat universal—jenis, spasial, sebab-akibat, rasional/alasan, lokasi, fungsi, cara mencapai tujuan, urutan/tahap, dan karakteristik/pelabelan/pemberian nama; (2) menyiapkan lembar analisis domain; (3) memilih salah satu sampel catatan lapangan terakhir untuk memulai analisis; (4) memberi istilah acuan dan istilah bagianyang cocok dengan hubungan semantis dari catatan lapangan; (5) mengulangi usaha pencarian domain hingga semua hubungan semantis habis; dan (6) membuat daftar domain yang telah teridentifikasi. (Moleong, 2004: 149-150). Sebagai contoh, lihat aplikasi analisis semantis pada tabel 1.


Tabel 1: Analisis domain Aplikasi Total Physical Response (TPR) dalam Pengajaran Kosa Kata

Hubungan Semantis

Bentuk

Contoh Pertanyaan

1. Jenis

X adalah jenis Y

Apa saja metode pengajaran kosa kata yang ada?

2. Spasial

X= tempat atau bagian dari Y

Apa saja bagian keseluruhan dari TPR?

3. Sebab-akibat

X adalah akibat Y

Mengapa metode pengajaran diterapkan?

4. Alasan

X = alasan melakukan Y

Mengapa metode yang digunakan adalah TPR?

5. Lokasi

X = tempat melakukan Y

TPR dilaksanakan di ruang kelas? Ruang terbuka? Perpustakaan?

6. Cara Mencapai Tujuan

X = cara mencapai Y

Apa saja cara yang dilakukan untuk penggunaan TPR yang efektif?

7. Urutan/Prosedur

X = tahapan melakukan Y

Apa saja langkah-langkah pelaksanaan TPR ?

8. Fungsi

X digunakan untuk Y

Apa saja fungsi TPR dalam pengajaran kosa kata?

9. Karakteristik

Karakteristik

Apa saa ciri-ciri TPR yang dilakukan?


Analisis taksonomi digunakan untuk menjabarkan domain-domain yang dipilih menjadi lebih rinci untuk mengetahui struktur internalnya. Hal ini dilakukan melalui pengamatan yang lebih terfokus. Analisis ini dilakukan dalam tujuh tahap: (1) memilih satu domain untuk dianalisis; (2) mencari kesamaan atas dasar hubunan semantis yang sama yang digunakan untuk domain itu; (3) mencari tambahan istilah bagian; (4) mencari domain yang lebih besar dan lebih inklusif yang dapat dimasukkan sebagai sub bagian dari domain yang sedang dianalisis; (5) membentuk taksonomi sementara; (6) mengadakan wawancara terfokus untuk mencek analisis yang telah dilakukan; dan (7) membangun taksonomi secara lengkap (Moleong, 2004: 149-150). Gambar 2 adalah contoh analisis taksonomi fungsi TPR yang disederhanakan. Sedangkan Gambar 3 merupakan contoh analisis taksonomi tentang proses atau tahapan TPR.


Setelah analisis taksonomi, dilakukan wawancara atau pengamatan terpilih untuk memperdalam data (mencari ciri spesifik setiap struktur internal) yang telah ditemukan melalui pengajuan sejumlah pertanyaan kontras atau mengontraskan antar elemen dalam suatu domain. Analisis inilah yang disebuat sebagai analisis komponensial. Tabel 2 mengilustrasikan sebuah analisis komponensial yang diarahkan untuk mencari karakteristik metode TPR yang dilakukan di sebuah sekolah atau kelas berdasarkan beberapa dimensi kontras.


Tabel 2: Analisis Komponensial karakteristik metode TPR di SD “X”

KATEGORI KARAKTERISTIK TPR

TIDAK STANDAR

SEMI STANDAR

STANDAR

Jumlah kata baru yang dipelajari setiap sesi




Jumlah langkah pelaksanaan




Jumlah siswa




Alat bantu pembelajaran




Durasi setiap sesi





Analisis tema kultural dilakukan dengan cara mencari benang merah di antara domain untuk memperoleh tema-tema seperti nilai-nilai, premis, etos, pandangan dunia, atau orientasi kognitif (Sarwono, 2006: 243). Analisis ini berpangkal pada pandangan bahwa segala sesuatu yang diteliti pada dasarnya merupakan sesuatu yang utuh atau tidak terpecah-pecah. Analisis ini dilakukan dalam tujuh tahap: (1) melebur diri; (2) melakukan analisis komponen terhadap istilah acuan; (3) menemukan perspektif yang lebih luas melalui pencarian domain dalam pandangan budaya; (4) menguji dimensi kontras seluruh domain yang telah dianalisis; (5) mengidentifikasiki domain terorganisir; (6) membuat gambar untu memvisualisasikan hubungan antar domain; dan (7) mencari tema universal, yang biasanya dipilih satu dari enam topik berikut: konflik sosial, kontradiksi budaya, teknik kontrol sosial, hubungan sosial pribadi, pemerolehan dan pemeliharaan status, dan pemecahan masalah (Moleong, 2004: 149-150). Dalam penelitian pengajaran kosa kata dengan menggunakan TPR, tema kultural yang dicari mungkin saja merupakan kontradiksi budaya (bila temuan yang menonjol adalah perbedaan prosedur TPR yang diteliti dengan yang standar atau yang ada dalam teori) atau pemecahan masalah(bila temuan yang menonjol adalah penerapan TPR yang diteliti merupakan upaya guru untuk meningkatkan hasil pembelajaran kosa kata siswanya).

Peneliti yang berpengalaman dapat melakukan bentuk-bentuk analisis ini secara simultan selama periode penelitian. Untuk memperoleh hasil yang lebih komprehensif, peneliti pemula disarankan berlatih melakukan analisis tersebut secara berurutan dalam siklus seperti terlihat dalam gambar berikut.

Gambar 4: Siklus Analaisis Data Etnografi.


6. Penulisan Laporan

Penulisan laporan merupakan tugas utama terakhir seorang peneliti etnografi. Karena penelitian etnografi melibatkan suatu open-ended enquiry, mungkin saja peneliti diharuskan mengadakan analisis yang lebih intensif jika pada saat menulis laporan dia menemukan pertanyaan-pertanyaan baru yang membutuhkan observasi lebih lanjut.

Laporan penelitian haus disesuaikan dengan tipe penelitian yang dilakukan. Etnografi realis ditulis sebagai laporan yang objektif tentang kelompok sosial yang dieliti. Pandangan-pandangan dan bias harus diletakkan hanya pada bagian latar belakang. Diskusi yang dipaparkan pada bagian akhir laporan harus mengindikasikan bahwa peneliti hanya membantu mensistematiskan pengetahuan tentang kebudayaan yang diteliti. Pengetahuan itu sendiri benar-benar didasarkan pada sikap, pemikiran, atau bahasa yang dimiliki bersama oleh para partisipan.

Sebuah studi kasus mungkin saja lebih terfokus pada penggambaran terperinci tentang kasus yang diteliti, bukan pada pengembangan tema kultural. Sedangkan studi kasus lain mungkin saja menyeimbangkan laporan pada deskripsi dan tema kasus yang diteliti.

Dalam etnografi realis, peneliti biasanya menyimpulkan laporannya dengan mengutarakan isu-isu kritis yang menjadi titik-tolak pelaksanaan penelitian, yang kemudian diikuti oleh saran untuk tindak lanjut (call for action) dan pemaparan tentang perubahan atau keuntungan yang telah diperoleh peneliti dan para partisipan.


DAFTAR PUSTAKA

American Anthropological Association (2004) “American Anthropological Association Statement on Ethnography and Institutional Review Boards”. Diunduh pada tanggal 5 Februari 2008 dari: www.aaanet.org/ committees/ethics/ethcode.htm

Creswell, John W. 2008. Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qulitative Research. New Jersey: Prentice Hall.

Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.

Genzuk, Michael. 2003.A Synthesis of Ethnographic Research.” Occasional Papers Series. Center for Multilingual, Multicultural Research (Eds.). Center for Multilingual, Multicultural Research, Rossier School of Education, University of Southern California. Los Angeles. Diunduh pada tanggal 5 Februari 2007 dari: http://www-rcf.usc.edu/~genzuk/Ethnographic_Research.pdf

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Spradley, J. 198O. Participant Observation. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Van Wagner, Kendra. 2009. “What Is a Case Study?” Diunduh pada tanggal 25 Januari 2009 dari: http://psychology.about.com/mbiopage.htm