Friday, January 23, 2009

PARADIGMA PENELITIAN

Parlindungan Pardede


Pendahuluan

Penelitian pada hakikatnya merupakan sebuah upaya untuk meprediksi, menemukan, atau memverifikasi kebenaran. Agar tujuan tersebut dapat dicapai, setiap penelitian harus menggunakan pendekatan yang tepat, karena pendekatan yang digunakan dalam sebuah penelitian sangat menentukan keseluruhan langkah penelitian tersebut. Sehubungan dengan itu, sejak awal pelaksanaannya pendekatan setiap penelitian sudah harus ditentukan dengan jelas. Penentuan pendekatan yang akan digunakan sangat tergantung pada paradigma yang dianut peneliti. Makalah ini membahas konsep-konsep tentang paradigma penelitian sebagai landasan untuk memahami tiga jenis pendekatan penelitian: kuantitatif, kualitatif, dan metode gabungan (mixed methods approach). Pembahasan diawali dengan mengemukakan beberapa definisi paradigma sebagai titik tolak dan dilanjutkan dengan penjelasan tentang elemen-elemen paradigma yang mendasari masing-masing pendekatan penelitian. Pada bagian akhir diuraikan faktor-faktor yang memperngaruhi pemilihan suatu pendekatan.

A. Pengertian Paradigma

Menurut Harmon (dalam Moleong, 2004: 49), paradigma adalah cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang realitas. Bogdan & Biklen (dalam Mackenzie & Knipe, 2006) menyatakan bahwa paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi, konsep, atau proposisi yang berhubungan secara logis, yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian. Sedangkan Baker (dalam Moleong, 2004: 49) mendefinisikan paradigma sebagai seperangkat aturan yang (1) membangun atau mendefinisikan batas-batas; dan (2) menjelaskan bagaimana sesuatu harus dilakukan dalam batas-batas itu agar berhasil. Cohenn & Manion (dalam Mackenzie & Knipe, 2006) membatasi paradigma sebagai tujuan atau motif filsofis pelaksanaan suatu penelitian. Berdasarkan definisi definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa paradigma merupakan seperangkat konsep, keyakinan, asumsi, nilai, metode, atau aturan yang membentuk kerangka kerja pelaksanaan sebuah penelitian.

Berdasarkan paradigma yang dianutnya, seorang peneliti akan menggunakan salah satu dari tiga pendekatan yang diajukan Creswell (dalam Emzir, 2008: 9), yaitu: kuantitatif, kualitatif, dan metode gabungan. Menurut Emzir (2008: 9) perbedaan perbedaan yang terdapat dalam ketiga pendekatan ini dapat ditinjau melalui tiga elemen kerangka kerja, yaitu asumsi-asumsi psikologis tentang pembentuk tuntutan pengetahuan (knowledge claim), prosedur umum penelitian (strategies of inquiry) dan prosedur penjaringan dan analisis data serta pelaporan (research method).


1. Tuntutan Pengetahuan (Knowledge Claim)

Tuntutan pengetahuan meliputi asumsi-asumsi filosofis mengenai ontologi (apa itu pengetahuan), epistemologi (bagaimana pengetahuan diperoleh), aksiologis (nilai-nilai yang terkandung di dalamnya), retorika (bagaimana pengetahuan dituliskan) dan metodologi (proses pengkajian). Dengan demikian, tuntutan pengetahuan berhubungan dengan asumsi-asumsi peneliti tentang apa yang akan dipelajari dan bagaimana hal itu dipelajari selama penelitian berlangsung. Creswell (dalam Emzir, 2008: 11) menggambarkan tuntutan atau asumsi-asumsi tersebut pada tabel berikut.

Tabel 1: Asumsi Paradigma Kuantitatif dan Kualitatif

Asumsi

Pertanyaan

Kuantitatif

Kualitatif

Ontologis

Apakah hakikat realitas itu?

Realitas = objektif dan tunggal, terpisah dari peneliti

Realitas = subjektif dan jamak, sebagaimana dilihat oleh partisipan dalam studi

Epistemologis

Apakah hubungan peneliti dengan yang diteliti?

Peneliti bebas dari yang diteliti

Peneliti berinteraksi dengan yang diteliti

Aksiologis

Apakah peran nilai-nilai?

Bebas nilai dan tidak bias

Tidak bebas nilai dan bias

Retorik

Apakah bahasa peneliti?

Formal, berdasarkan serangkaian definisi, impersonal, menggunakan kata-kata kuantitatif yang berterima

Informal, keputusan berkembang, personal, kata-kata kualitatif yang berterima.

Metodologis

Apakah proses pengkajian?

Proses deduktif, sebab akibat, desain statis, kategori disiapkan sebelum studi, bebas konteks, generalisasi mengarahkan prediksi, penjelasan, dan pemahaman, akurat dan reliabel melalui validitas dan reliabilitas

Proses induktif, faktor-faktor yang saling membentuk secara simultan, desain berkembang, kategori diidentifikasi selama proses penelitian, terikat konteks; teori dan pola dikembangkan untuk pemahaman, akurat dan reliabel melalui verifikasi.

Berikut ini adalah uraian tentang tuntutan pengetahuan dalam empat (kelompok) aliran pemikiran tentang pengetahuan.

a. Tuntutan Pengetahuan Positivisme dan Postpositivisme

Positivisme yang kadang-kadang dirujuk sebagai ‘metode ilmiah’ didasarkan pada filsafat empirisme yang dipelopori oleh Aristoteles, Francis Bacon, John Locke, August Comte, dan Emmanuel Kant (Mertens, dalam Mackenzie & Knipe, 2006). Aliran ini mencerminkan filsafat deterministik yang memandang suatu penyebab mungkin menentukan efek atau hasil (Creswell, dalam Mackenzie & Knipe, 2006). Aliran ini bertujuan untuk menguji sebuah teori atau menjelaskan sebuah pengalaman melalui observasi dan pengukuran dalam rangka meramalkan dan mengontrol kekuatan-kekuatan di sekitar manusia. Positivisme berasumsi bahwa fenomena sosial dapat diteliti dengan cara yang sama dengan fenomena alam dengan menggunakan pendekatan yang bebas nilai dan penjelasan sebab-akibat sebagaimana halnya dalam penelitian fenomena alam.

Setelah Perang Dunia II, positivisme digantikan aliran postpositivisme. Aliran ini berasumsi bahwa setiap penelitian dipengaruhi oleh hukum-hukum atau teori-teori yang menguasai dunia. Teori-teori ini perlu diverifikasi sehingga pemahaman terhadap dunia semakin lengkap. Oleh karena itu, penganut positivisme dan postpositivisme akan memulai penelitian dengan suatu teori, mengumpulkan data yang mendukung atau menolak teori tersebut, dan membuat revisi yang diperlukan. Dengan demikian, pengetahuan yang dikembangkan melalui lensa postpositivisme didasarkan pada observasi yang cermat dan pengukuran realitas yang objektif (Emzir, 2008: 9), sehingga positivisme dan postpositivisme selalu diasosiasikan dengan metode penjaringan dan analisis data kuantitatif.

b. Tuntutan Pengetahuan Konstruktivisme/Interpretivisme

Konstruktivisme/interpretivisme berkembang dari filsafat fenomenologi yang digagas Edmund Husserl and pemahaman intepretatif yang disebut hermeneutiks yang dikemukakan and Wilhelm Dilthey (Mertens, dalam Mackenzie & Knipe, 2006). Bagi penganut konstruktivisme/interpretivisme penelitian merupakan upaya untuk memahami realitas pengalaman manusia, dan realitas itu sendiri dibentuk oleh kehidupan sosial. Penelitian berlensa konstruktivisme/interpretivisme cenderung tergantung pada pandangan partisipan tentang situasi yang diteliti. Penelitian konstruktivisme pada umumnya tidak dimulai dengan seperangkat teori (sebagaimana halnya dengan postpositivisme) namun mengembangkan sebuah teori atau sebuah pola makna secara induktif selama proses berlangsung. Metode penjaringan dan analisis yang digunakan penganut konstruktivisme biasanya berbentuk kuantitatif. Akan tetapi, data kuantitatif dapat digunakan untuk mendukung data kualitatif serta memperdalam analisis secara efektif.

c. Tuntutan Pengetahuan Advokasi/Partisipatori/Transformatif

Aliran advokasi/partisipatori/transformatif muncul pada tahun 1980-an dan 1990-an sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap paradigma penelitian yang ada dan kesadaran bahwa teori-teori sosiologi dan psikologi yang mendasari paradigma-paradigma yang ada pada dasarnya dikembangkan melalui pandangan ’kulit putih’, didominasi oleh perspektif kaum pria, dan didasarkan pada penelitian yang menggunakan pria sebagai subyek. Peneliti advokasi/partisipatori/transformatif merasa bahwa pendekatan konstruktivisme/ interpretivisme tidak membahas isu-isu keadilan sosial dan kaum yang terpinggirkan secara memadai (Creswell, dalam Mackenzie & Knipe, 2006). Peneliti advokasi/ partisipatori percaya bahwa penelitian perlu dijalin dengan agenda-agenda politik dan politisi agar penelitian tersebut menghasilkan tindakan-tindakan yang mereformasi kehidupan partisipan, lembaga tempat individu hidup, dan kehidupan peneliti sendiri (Emzir, 2008: 16). Sehubungan dengan itu, penelitian harus mengangkat masalah-masalah sosial yang penting sebagai topik, seperti isu kekuasaan, ketidaksetraan, penganiayaan, penindasan, dan perampasan hak. Peneliti advokasi sering memulai dengan menjadikan salah satu dari isu ini sebagai fokus penelitian. Kemudian, dia akan berjalan bersama secara kolaboratif dengan partisipan dengan pengertian partisipan dapat membantu merancang pertanyaan, mengumpulkan data, menganilisis informasi, atau menerima penghargaan untuk partisipasinya dalam penelitian. Sebagaimana halnya dalam penelitian konstruktivisme, peneliti advokasi/partisipatori/transformatif dapat mengkombinasikan metode penjaringan dan analisis data kuantitatif dan kualitatif. Namun, penggunaan pendekatan gabungan (mixed methods) akan memberikan kepada peneliti transformatif sebuah struktur untuk mengembangkan potret kehidupan sosial yang lebih utuh. Penggunaan berbagai perspektif dan lensa memungkinkan diperolehnya pemahaman yang lebih beragam tentang nilai-nilai, pandangan dan keberadaan kehidupan sosial.

d. Tuntutan Pengetahuan Pragmatik

Aliran Pragmatisme tidak terikat pada sistem filosofi atau realitas tertentu. Penganut pragmatisme pada awalnya menolak asumsi ilmiah yang menyatakan penelitian sosial dapat mengakses kebenaran tentang dunia nyata hanya dengan mengandalkan sebuah metode ilmiah tunggal (Mertens, dalam Mackenzie & Knipe, 2006). Pragmatisme berfokus pada masalah penelitian dan menggunakan seluruh bentuk pendekatan untuk memahami masalah itu. Oleh karena itu peneliti pragmatis bebas memilih metode, teknik, dan prosedur penelitian yang paling sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya. Karakteristik ini menunjukkan bahwa pragmatisme merupakan paradigma yang menyangga landasan filosofis studi metode gabungan (mixed-methods research). Meskipun demikian beberapa peneliti yang menggunakan metode gabungan, secara filosofis, lebih mencondongkan diri mereka kepada paradigma transformatif paradigm (Mertens, dalam Mackenzie & Knipe, 2006). Hal ini mengungkapkan bahwa metode gabungan dapat digunakan dalam berbagai paradigma.

Berbagai posisi tuntutan pengetahuan alternatif sebagaimana diuraikan di atas dapat dirangkum dalam tabel berikut.

Tabel 2: Posisi Tuntutan Pengetahuan Alternatif

Positivisme/Postpositivisme

Konstruktivisme/Interpretivisme

Ÿ Determinasi

Ÿ Reduksionisme

Ÿ Observasi Empiris dan Pengukuran

Ÿ Verifikasi Teori

Ÿ Pemahaman

Ÿ Makna Jamak Pertisipan

Ÿ Konstruksi Sosial dan Historis

Ÿ Menghasilkan Teori

Advokasi/Partisipatori/Transformatif

Pragmatisme

Ÿ Politis

Ÿ Berorientasi pada Masalah Kekuasaan

Ÿ Kolaboratif

Ÿ Berorientasi pada Perubahan

Ÿ Konsekuensi Tindakan

Ÿ Berpusat pada Masalah Pluralistik

Ÿ Berorientasi pada Praktik Dunia Nyata

2. Prosedur Penelitian (Strategies of Inquiry)

Menurut Wikipedia (2008) strategi penelitian adalah “a procedure for achieving a particular intermediary research objective—such as sampling, data collection, or data analysis. We may therefore speak of sampling strategies or data analysis strategies.” Sedangkan Emzir (2008: 21) menjelaskan: “… strategi inquiri/penelitian … melengkapi arah spesifik untuk berbagai prosedur dalam suatu rancangan penelitian. Strategi penelitian … memberikan kontribusi pada semua pendekatan penelitian”. Berdasarkan kedua definisi itu, dapat dikatakan bahwa strategi/prosedur penelitian (strategies of inquiry) adalah prosedur yang ditempuh untuk mencapai tujuan penelitian. Berikut ini adalah uraian singkat strategi penelitian yang lazim digunakan dalam ketiga pendekatan penelitian.

a. Strategi yang Berasosiasi dengan Pendekatan Kuantitatif

Hingga pertengahan abad ke-20, strategi penelitian selalu dihubungkan dengan penelitian kuantitatif yang didasarkan pada postpositivisme. Penelitian kuantitatif mencakup penelitian survai, deskriptif causal comparative, retrospektif (ex-post facto), pre-experimental, quasi-experimental, true experimental, korelasional, dan eksperimen kompleks dengan banyak variabel dan perlakuan (seperti desain faktorial dan desain pengukuran berulang).

b. Strategi yang Berasosiasi dengan Pendekatan Kualitatif

Sejak tahun 1990-an, jumlah dan jenis penelitian kualitatif berkembang dengan pesat. Menurut Merriam, et.al. (2002 ), penelitian kuantitatif mencakup delapan jenis penelitian, yakni: penelitian kualitatif intepretatif dasar (Basic Interpretive Qualitative Study), naratif, fenomenologis, etnografis, Critical Qualitative Research, Postmodern Research, Grounded Theory dan studi kasus.

c. Strategi yang Berasosiasi dengan Pendekatan Metode Gabungan

Strategi pendekatan metode gabungan (mixed methods) timbul karena adanya kesadaran bahwa semua metode memiliki keterbatasan. Peneliti merasa bahwa bias yang timbul dari penggunaan satu metode dapat dinetralisir oleh bias yang timbul dari penggunaan metode lain. Selain itu, penggunaan beberapa jenis data diyakini dapat memperjelas data analisis yang dilakukan. Penggunaan beberapa strategi untuk meningkatkatkan validitas konstruk ini kemudian dikenal dengan methodological triangulation (Wikipedia, 2008). Secara umum, metode gabungan menggunakan tiga strategi berikut: prosedur sequential, prosedur concurrent, dan prosedur transformatif.

Berbagai strategi sebagaimana diuraikan di atas dapat dirangkum dalam tabel berikut.

Tabel 3: Strategi Alternatif Penelitian

KUANTITATIF

KUALITATIF

MIXED METHODS

Ÿ Survai

Ÿ Deskriptif Causal Comparative

Ÿ Retrospektif (Ex-Post Facto)

Ÿ Pre-Experimental

Ÿ Quasi-Experimental

Ÿ True Experimental

Ÿ Korelasional

Ÿ Eksperimen Kompleks dengan Banyak Variabel dan Perlakuan

Ÿ Penelitian Kualitatif Intepretatif Dasar

Ÿ Naratif

Ÿ Fenomenologis

Ÿ Etnografis

Ÿ Critical Qualitative Research, Postmodern Research, Grounded Theory

Ÿ Studi Kasus.

Ÿ Sequential

Ÿ Concurrent

Ÿ Transformatif

3. Prosedur (Metode) Penelitian

Mackenzie dan Knipe (2006) menyatakan: “… method refers to systematic modes, procedures or tools used for collection and analysis of data.” Berdasarkan definisi ini, dapat dikatakan bahwa metode penelitian merupakan cara, desain, atau media spesifik yang digunakan untuk menjaring dan menganalisis data dalam tahapan praktik. Pemilihan metode sangat ditentukan oleh tujuan penelitian. Dalam penelitian tertentu, tujuan dapat dicapai hanya dengan menggunakan data yang diperoleh melalui observasi. Penelitian lain mungkin membutuhkan data kuantitatif, sedangkan penelitian lain membutuhkan data yang diperoleh dari kombinasi penggunaan studi dokumen, angket, atau wawancara. Tabel berikut merangkum ciri-ciri ketiga prosedur penelitian.

Tabel 4: Prosedur Kuantitatif, Kualitatif dan Mixed methods

KUANTITATIF

KUALITATIF

MIXED METHODS

Ÿ Ditentukan sebelumnya

Ÿ Instrumen Berdasarkan Pertanyaan

Ÿ Data performansi, data sikap, data observasi dan data sensus

Ÿ Analisis Statistik

Ÿ Emerging Methods

Ÿ Pertanyaan Terbuka

Ÿ Data Interview, data observasi, data dokumen, dan audiovisual

Ÿ Analisis teks dan gambar

(Perpaduan prosedur kualitatif dan kuantitatif)

Ÿ Ditentukan sebelumnya dan emerging methods,

Ÿ Pertanyaan terbuka dan tertutup

Ÿ Dst.

B. Pendekatan Penelitian

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, paradigma yang dianut seorang peneliti tentang tuntutan pengetahuan (knowledge claim), prosedur umum penelitian (strategies of inquiry) dan prosedur penjaringan dan analisis data (research method) akan menentukan apakah dia akan menggunakan pendekatan kuantitatif, kualitatif, atau metode gabungan. Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang ketiga jenis pendekatan penelitian tersebut.

1. Pendekatan Kuantitatif

Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang mendasarkan diri pada paradigma postpositivist dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Beberapa ciri khas pendekatan kuantitatif adalah: bersandar pada pengumpulan dan analisis data kuantitatif (numerik), menggunakan strategi survei dan eksperimen, mengadakan pengukuran dan observasi, melaksanakan pengujian teori dengan uji statistik.

2. Pendekatan Kualitatif

Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang berlandaskan fenomenologi dan paradigma konstruktivisme dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Moleong (2004: 10-13) menjabarkan sebelas karakteristik pendekatan kualitatif yaitu: menggunakan latar alamiah, menggunakan manusia sebagai instrumen utama, menggunakan metode kualitatif (pengamatan, wawancara, atau studi dokumen) untuk menjaring data, menganalisis data secara induktif, menyusun teori dari bawah ke atas (grounded theory), menganalisis data secara deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil, membatasi masalah penelitian berdasarkan fokus, menggunakan kriteria tersendiri (seperti triangulasi, pengecekan sejawat, uraian rinci, dan sebagainya) untuk memvalidasi data, menggunakan desain sementara (yang dapat disesuaikan dengan kenyataan di lapangan), dan hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama oleh manusia yang dijadikan sebagai sumber data.

3. Pendekatan Metode Gabungan (Mixed Methods Research)

Penelitian gabungan, atau lebih dikenal dengan istilah multimedtodologi dalam operations research, merupakan pendekatan penelitian yang memadukan penjaringan dan analisis data kuantitatif dan kualitatif (Wikipedia, 2008). Pendekatan ini cenderung didasarkan pada paradigma pragmatik (seperti orientasi konsekuensi, orientasi masalah, dan pluralistik).

Pendekatan metode gabungan dibedakan ke dalam dua bentuk: penelitian metode gabungan (mixed method research) dan penelitian model gabungan (mixed model research). Dalam penelitian metode gabungan peneliti menggunakan strategi kualitatif pada satu tahapan dan strategi kuantatif pada tahapan lain, atau sebaliknya. Sebagai contoh, seorang peneliti melakukan eksperimen (kuantitatif) dan setelah itu melakukan wawancara terhadap partisipan mengenai pandangan mereka terhadap eksperimen tersbut dan mencari tahu apakah mereka setuju dengan hasilnya. Dalam penelitian model gabungan peneliti memadukan strategi kuantitatif dan kualitatif dalam satu atau dua tahapan yang sama. Sebagai contoh, seorang peneliti dapat melakukan sebuah survei dan menggunakan sebuah kuesioner yang terdiri dari beberapa pertanyaan tertutup dengan jawaban berganda (kuantitatif) dan beberapa pertanyaan terbuka (kualitatif). Sebagai contoh lain, peneliti dapat menjaring data kualitatif yang kemudian dirubah menjadi data kuantitatif.

C. Kriteria Pemilihan Suatu Pendekatan Penelitian

Menurut Creswell (dalam Emzir, 2008: 9) terdapat tiga faktor yang menentukan pemilihan pendekatan yang akan digunakan dalam suatu penelitian, yaitu kesesuaian antara masalah dan pendekatan penelitian, pengalaman peneliti, dan audiens yang akan memanfaatkan laporan tertulis penelitian.

1. Kesesuaian antara Masalah dan Pendekatan Penelitian

Masalah penelitian, terutama penelitiasn sosial, memiliki bentuk dan jenis yang sangat beragam. Jenis masalah yang berbeda menuntut pendekatan yang berbeda pula. Sebagai contoh, jika masalah penelitian adalah pengujian efektivitas teknik pembelajaran kosa kata bahasa Inggris di sekolah dasar, pendekatan kuantitaif merupakan pilihan yang paling sesuai. Tapi jika masalah yang diteliti adalah prosedur penggunaan lagu sebagai media pembelajaran kosa kata, pendekatan kualitatif sangat pas untuk digunakan. Disamping itu, jika peneliti ingin meneliti prosedur penggunaan penggunaan lagu sebagai media pembelajaran kosa kata dan sekaligus ingin membandingkan efektivitasnya dengan penggunaan media lain, seperti gambar atau permainan (games) maka pendekatan metode gabungan sangat sesuai untuk digunakan.

2. Pengalaman Peneliti

Adalah suatu hal yang lumrah jika seseorang merasa lebih ’nyaman’ melaksanakan sesuatu yang sudah dikuasainya dengan baik. Peneliti yang mahir dalam statistika, teknik penulisan ilmiah, dan pengoperasian program statistik komputer dan akrab dengan jurnal-jurnal kuantitatif disarankan untuk menggunakan pendekatan kuantitatif. Sebaliknya, peneliti yang lebih berpengalaman dalam penjaringan data melalui interaksi langsung dengan orang lain (interview, observasi terbuka dan pengamatan-berperan serta), lebih menyukai analisis data secara secara induktif , dan lebih menyenangi penulisan deskriptif yang menggunakan kata-kata dan gambar sebaiknya menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan peneliti yang menyukai dan berpengalaman menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dapat menggunakan medode gabungan. Namun harus disadari bahwa penggunaan metode ini menuntut waktu dan energi tambahan karena peneliti perlu menjaring dan menganalisis dua jenis data.

3. Audien

Pertimbangan terakhir dalam penentuan pendekatan penelitian adalah faktor audiens. Setiap peneliti perlu peka terhadap ’preferensi’ audiens (kepada siapa laporan penelitian diserahkan/dipresentasikan) mengenai pendekatan penelitian. Dalam konteks penelitian untuk membuat tesis, sangat diharapkan bahwa mahasiswa menyesuaikan pendekatan penelitiannya dengan pendekatan yang biasa digunakan para pembimbingnya.

Bibliografi.

Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Perkasa.

Mackenzie, N. & Knipe, S. 2006. “Research dilemmas: Paradigms, methods and methodology.” Issues In Educational Research, 16(2), 193-205. Diunduh pada tanggal 16 September 2006 dari http://www. iier.org.au/ iier16/mackenzie.html

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

“Multimethodology” 2008. Diunduh pada tanggal 12 September 2006 dari Wikipedia, the free encyclopedia.htm



¬ Dipresentasikan pada perkuliahan Metodologi Penelitian PS Linguistik Terapan PPS UNJ Jakarta pada hari Selasa, 23 September 2008.

No comments:

Post a Comment